Rabu, 06 November 2024

Hari Pahlawan

 Sejarah Hari Pahlawan, Peristiwa di Tanggal 10 November 1945


Hari Pahlawan merupakan hari nasional yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, yang diperingati  tanggal 10 November setiap tahunnya di Indonesia. Hari Pahlawan Nasional ini merujuk pada puncak perlawanan rakyat Indonesia pada pertempuran Surabaya yang pecah pada 10 November 1945, di mana para tentara dan milisi indonesia yang pro-kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia.

Pertempuran Surabaya ini disebabkan karena datangnya pasukan sekutu yang berisikan tentara Inggris dan Belanda atau dikenal NICA yang mulai masuk ke Kota Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tujuan semula sekutu datang yaitu untuk mengamankan para tawanan perang dan melucuti senjata Jepang. Namun, tiba-tiba pada 27 Oktober 1945 NICA yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Aulbertin Walter Sother Mallaby langsung memasuki wilayah Surabaya dan mendirikan pos pertahanan di sana. Pasukan Sekutu yang didominasi  tentara Inggris tersebut menyerbu penjara dan membebaskan tawanan perang yang ditahan Indonesia. Mereka juga memerintahkan agar masyarakat Indonesia menyerahkan senjata mereka. Namun, perintah ini dengan tegas ditolak oleh Indonesia. Hingga pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo menyerang pos-pos pertahanan Sekutu dan berhasil merebut tempat-tempat penting.

Meskipun terjadi gencatan senjata pada 29 Oktober, bentrokan-bentrokan bersenjata tetap berlangsung antara masyarakat Surabaya dan tentara Inggris. Puncak dari pertempuran ini yaitu terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945 dan hal ini membuat Inggris marah. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia. Sebagai tanggapan, Inggris mengeluarkan ultimatum pada 10 November 1945 oleh Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh yang menggantikan Jenderal Mallaby. Ultimatum tersebut isinya antara lain:

1. Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri.

2. Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris.

3. Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan dan bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.

Jenderal Eric juga yang meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara Inggris. Jika tidak menaati perintahnya, tentara AFNEI dan administrasi NICA mengacam untuk menggempur Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.

 

Namun, ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh para pemimpin perjuangan, arek-arek Surabaya, dan segenap rakyat, sehingga Inggris menyerang Kota Surabaya dari berbagai arah dengan kekuatan darat, laut, udara dan membuat pecahnya pertempuran terbesar di Surabaya pada 10 November 1945. Akibat pertempuran tersebut, seketika kota Surabaya menjadi "neraka". Pertempuran ini memakan waktu kurang dari tiga minggu lamanya dan berakhir dengan korban jiwa yang mencapai ribuan orang, hancurnya Kota Surabaya, dan banyak warga sipil yang menjadi korban. Sebanyak 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban dan 1.600 tentara Inggris tewas, hilang dan luka-luka.

 

Salah satu tokoh yang berperan besar untuk mengobarkan semangat perlawanan rakyat Surabaya dalam pertempuran ini yaitu Bung Tomo, yang menginspirasi melalui penyiaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). Terdapat pula tokoh-tokoh berpengaruh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu, beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy'ariKH. Wahab Hasbullah, serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban pada masa itu membuat Kota Surabaya kemudian dikenang sebagai Kota Pahlawan.

 

 

Sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan pengorbanan para pahlawan dan pejuang untuk mengusir Inggris, maka pada tahun 1959, pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hal tersebut tertuang pada Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno.


Diperingatinya Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November bukan tanpa alasan. Peringatan tersebut bertujuan untuk mengenang jasa para pahlawan di pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November 1945 silam. Selain itu, peringatan ini juga bertujuan untuk mengenang dan menghormati perjuangan para pahlawan di masa lalu. Semangat juang tersebut membuat mereka mampu berperang mengusir para penjajah. Selain menghormati para pahlawan, memperingati Hari Pahlawan adalah suatu hal bentuk rasa terimakasih kita kepada para pahlawan masa lalu. Dan sejak saat itu, Hari Pahlawan diperingati pada tanggal 10 November dan Kota Surabaya menjadi kenangan sebagai Kota Pahlawan. 

Selamat Hari Pahlawan 2023! Semoga semangat perjuangan terus mengalir dalam darah kita dan menjadi bagian dari identitas kita. Tetap jaga Integritas untuk melayani yang lebih baik.

Minggu, 27 Oktober 2024

DANGDUT INDONESIA

 Perkembangan dan Sejarah Dangdut di Indonesia disertai Penyanyinya


Yap, musik dangdut selalu dilantunkan di berbagai tempat hingga berbagai acara, baik itu acara formal maupun informal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa musik dangdut ini seolah tak akan pernah mati meskipun genre musik barat juga turut berkembang di Indonesia.

Dapat disebut bahwa musik dangdut ini adalah musik yang merakyat sejak negara Indonesia berdiri. Terkadang, beberapa masyarakat tetap dapat berjoget setelah mendengarkan lagu dangdut meskipun dirinya tidak mengetahui bagaimana lirik dan judul lagu tersebut. Maka dari itu, para penggemar musik dangdut itu tidak hanya para orang tua saja, tetapi juga dipopulerkan kembali oleh para anak muda.

Keberadaan musik dangdut di negara Indonesia ini semakin berjaya disebabkan karena beberapa hal, salah satunya adalah adanya ajang kompetisi musik dangdut yang digelar di salah satu stasiun televisi swasta. Melalui ajang tersebut, musik dangdut akan dipopulerkan kembali oleh para muda-mudi dari seluruh penjuru wilayah Indonesia.

Lalu, bagaimana ya sejarah dari musik dangdut hingga dapat berkembang seperti saat ini? Siapa saja pula penyanyi dangdut yang turut berkontribusi dalam perkembangan musik dangdut di Indonesia dan dunia?

Yuk simak ulasan berikut ini supaya Grameds memahami akan bagaimana sejarah dangdut di Indonesia!

Sejarah Dangdut di Indonesia

Musik dangdut itu sebenarnya berakar dari musik Melayu yang kala itu berkembang pada tahun 1950 hingga 1960-an, dengan rata-rata lirik lagunya bertema akan percintaan. Musik dangdut banyak dipengaruhi oleh unsur musik Hindustan (India Utara), Melayu, dan Arab. Pengaruh dari ketiga unsur genre musik tersebut secara tidak langsung menciptakan genre musik “baru”, yakni musik dangdut. Musik India mempunyai unsur utama berupa tabuhan gendang, sementara suara cengkok penyanyi adalah unsur utama dari musik Melayu.

Kata dangdut berasal dari bunyi alat musik tabla yang kala itu sering menjadi alat musik pengiring, berupa “tak, tung, dang, dan dut”. Nah, kata “dang” dan “dut” kemudian menjadi terminologi baru untuk menyebut Orkes Melayu.

Layaknya seorang manusia, musik dangdut ini muncul sebagai “embrio” ketika terdapat sejumlah Orkes Melayu dengan penyanyi utamanya adalah Ellya Khadam dan lagu populernya bertajuk “Boneka India”. Lagu tersebut dipengaruhi juga oleh musik India, sehingga dapat disebut bahwa para komponis kala itu menciptakan lagu dangdut yang terinspirasi dari lagu-lagu yang ada di film India.


Perkembangan Dangdut di Indonesia

1.Era 1950 hingga 1960-an

Pada tahun tersebut, film Bollywood yang berasal dari negara India sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Grameds pasti sudah tahu bahwa dalam film Bollywood itu menonjol akan lagu-lagunya, sehingga turut berpengaruh pula pada perkembangan musik dangdut di Indonesia. Apalagi, kala itu juga berkembang orkes Melayu di beberapa daerah Jakarta yang sering memainkan lagu-lagu Melayu Deli khas Sumatera.

Pada tahun 1950-an, ada seorang penyanyi yang bergabung dalam sebuah Orkes Melayu Kelana Ria, bernama Ellya Khadam. Tak disangka-sangka, Ellya Khadam berhasil mempopulerkan lagu-lagu dangdut yang bahkan masih digemari oleh para ibu-ibu kota pada kala itu. Sebut saja lagu-lagunya adalah Boneka Dari India, Pergi Tanpa Pesan, Termenung, dan Djanji. Kemunculan Ellya Khadam ini digadang-gadang sebagai awal dari kehadiran musik dangdut di Indonesia.

2.Era 1960 hingga 1970-an

Pada tahun ini, musik dangdut semakin lama juga semakin berkembang. Tidak hanya mendapatkan pengaruh dari musik India saja, tetapi juga musik Arab, terutama pada bagian cengkok suara penyanyi hingga harmonisasi nada.

Pada kala itu, muncul penyanyi-penyanyi dangdut lain, sebut saja ada Rhoma Irama, A. Rafiq, Meggy Z, dan masih banyak lagi. Bahkan para penyanyi ini telah berhasil mengembangkan musik dangdut menjadi lebih variatif. Misalnya, penyanyi A. Rafiq yang menambahkan unsur Rock ‘n Roll Amerika sebagai ciri khasnya. Hingga pada akhirnya, Beliau dijuluki sebagai Elvis Presley-nya Indonesia.

Tepat pada akhir tahun 1960-an, akibat adanya arus perubahan politik di Indonesia, maka musik barat dapat masuk ke Indonesia hingga muncul gitar elektrik. Alat musik tersebut nantinya akan kerap dijadikan “pendamping” bagi para penyanyi dangdut.

3.Era 1970 hingga 1990-an

Pada awal tahun 1970, musik dangdut semakin berkembang secara pesat di masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya konser-konser, penjualan kaset, hingga meningkatkan para penggemar musik dangdut di Indonesia ini. Bahkan, tak jarang pula para penyanyi dangdut asal Indonesia yang mengadakan konser dangdut mereka di luar negeri. Misalnya, Rita Sugiarto bersama Rhoma Irama yang berhasil mengadakan konser dangdut di Manila, Tokyo, hingga Melbourn.

Dari adanya penjualan kaset dangdut yang tinggi maka jelas terlihat bahwa kala itu musik dangdut telah berkembang sangat pesat. Bahkan pada tahun 1979, majalah Tempo jelas menyebutkan bahwa tahun tersebut sebagai tahun dangdut karena musik dangdut berhasil menguasai pasaran kaset dan industri musik Indonesia.

Tak heran apabila pada era ini, musik dangdut yang didominasi oleh suara Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih, terdengar di berbagai tempat, baik itu di stasiun televisi hingga diskotik dan club malam.

Pada tahun ini pula, Rhoma Irama bersama grup musiknya, Soneta, kerap membawakan lagu-lagu dangdut pada undangan acara Festival Lagu Populer ASEAN yang kala itu musik dangdut diwacanakan sebagai musik negara ASEAN.


Tidak hanya negara-negara ASEAN saja, pada tahun 1990-an, popularitas musik dangdut bahkan telah mencapai negara Turki, Jepang, Australia, hingga Amerika. Pada tahun tersebut juga, seorang pengusaha Jepang pernah merilis sekitar 200 lagu milik Rhoma Irama yang kemudian diedarkan di Jepang.

4.Era 2000-an

Pada era ini, musik dangdut mengalami banyak perubahan, terutama pada bagian aransemennya. Hal tersebut karena seiring dengan adanya kejenuhan akan musik dangdut yang original, maka para musisi dangdut di wilayah Jawa Timur mulai mengembangkan jenis musik dangdut baru yang disebut dengan dangdut koplo.

Dangdut koplo ini seolah menjadi genre tersendiri dan yang paling membedakan dengan dangdut original adalah irama gendangnya. Selain itu, ciri pementasan dari musik dangdut koplo ini adalah adanya model penyanyi berpakaian terbuka dan bergoyang erotis, misalnya Inul Daratista yang terkenal akan goyang ngebor-nya.


Dangdut koplo menggunakan permainan irama gendang 4/4 sehingga musik yang dihasilkan seolah lebih padat dan cepat. Hal tersebut membuat pendengarnya seolah “hanyut” dalam irama dan ikut bergoyang. Dangdut koplo ini diyakini mulai berkembang di daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa.

Pada era ini pula, musik dangdut masih tetap digandrungi oleh berbagai kalangan dengan banyaknya acara televisi yang menampilkan ajang pencarian bakat khusus untuk para penyanyi dangdut. Sebut saja acara Kontes Dangdut Indonesia, Rising Star Dangdut Indonesia, Dangdut Academy, hingga yang masih eksis sampai saat ini yakni Liga Dangdut Indonesia.


Melalui keberadaan dangdut koplo dan acara pencarian bakat khusus tersebut, lahir pula para bibit-bibit penyanyi dangdut baru, sebut saja Ayu Ting Ting, Siti Badriah, Via Vallen, Nella Kharisma, hingga Nassar.


Popularitas dari dangdut koplo ternyata pernah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dangdut pada kala itu. Awalnya, memang dangdut koplo ini muncul sebagai sub genre dari musik dangdut, tetapi semakin berkembang dalam skala populer setelah penyanyi Inul Daratista turut meriahkan eksistensi dari dangdut koplo ini.


Pro dan kontra yang telah disebutkan itu terjadi, salah satunya adalah pada sebuah seminar yang diadakan oleh Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) yang diketuai oleh Rhoma Irama. Pada seminar tersebut menyatakan bahwa dangdut koplo bukan termasuk dalam musik dangdut (Berdasarkan pada Kompas, 5 Maret 2017).

Pernyataan tersebut muncul karena fenomena kemunculan dari penyanyi Inul Daratista pada tahun 2003 yang kemudian populer di mata masyarakat dengan “Goyang Ngebor” miliknya. Penyanyi Inul Daratista beserta goyangannya itu dianggap telah “mencemari” dangdut yang telah berkembang pada era sebelumnya.


Perlu diketahui bahwa pada era sebelumnya, musik dangdut digunakan sebagai media dakwah yang mengusung nilai-nilai moral, sementara penampilan Inul Daratista justru terlalu seronok dengan unsur erotisme yang sangat kental.

Namun, semakin berkembang zaman, maka turut berkembang pula penelitian mengenai apakah dangdut koplo termasuk dalam genre musik dangdut atau tidak.

Kata “koplo” dalam frasa dangdut koplo itu berasal dari bahasa Jawa yang berarti dungu atau bodoh. Nah, dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa dangdut koplo itu dapat membuat mabuk pendengarnya akibat “zaman edan” pada kala itu.


Para musisi dangdut koplo ini seolah mencoba untuk menyelamatkan pendengarnya dari “kegilaan sosial” dengan meredam tingkat stress masyarakat akibat dampak dari sosial politik pasca Orde Baru yang terjadi pada kala itu.
Bahkan ada juga kutipan dari Weintraub (dalam karya ilmiahnya yang berjudul The Sound and Spectacle of Dangdut Koplo: Genre And Counter-Genre in East Java, Indonesia) yang mendukung pernyataan bahwa dangdut koplo itu bukanlah genre yang berbeda dengan dangdut original. Berikut adalah kutipannya:

“However, koplo was not a separate genre from dangdut but rather a musical treatment or style of dangdut (that blended other genres of music including rock, pop, and local Javanese songs). . . dangdut koplo is characterized by its distinctive drum pattern, fast tempo, genre-bending arrangements, and eroticized spectacle of performance (Weintraub, 2013: 161)”.

Dalam Bahasa Indonesia, kutipan tersebut berarti:

“Bagaimanapun koplo bukanlah genre yang terpisah dari dangdut (telah menyatu dengan genre-genre lain seperti rock, pop, dan lagu-lagu lokal Jawa)… dangdut koplo ter-karakterisasi melalui pola tabuhan khusus, tempo cepat, pencampuran aransemen-aransemen genre, dan pertunjukan yang cenderung terlihat erotis).”

Beberapa Penyanyi Dangdut Populer di Indonesia
1. Rhoma Irama

Rhoma Irama disebut-sebut sebagai penyanyi dangdut terpopuler bahkan hingga saat ini dan dijuluki sebagai Raja Dangdut. Bahkan, beberapa akademisi mencoba membagi periode dangdut berdasarkan tren yang muncul dalam konteks musik dangdut, salah satunya adalah Simatupang, yang kemudian buah pikirannya dituangkan ke sebuah karya ilmiah berjudul The Development of Dangdut and Its Meanings: A Study of Popular Music in Indonesia.

Simatupang berpendapat bahwa musik dangdut dibagi menjadi beberapa periode, yakni (1) Dangdut irama Melayu, (2) Dangdut Rhoma Irama, dan (3) Dangdut Koplo. Dalam pembagian Dangdut Rhoma Irama adalah dimana penyanyi Rhoma Irama berhasil membawa musik dangdut yang awalnya dicemooh sebagai musik “kampungan: menjadi musik populer.

Bersama grup musiknya yang bernama OM (Orkes Melayu) Soneta, Beliau turut berperan penting dalam perkembangan dangdut di Indonesia. Puncak kreativitas Rhoma Irama beserta grupnya, Soneta, adalah ketika mengaransemen musik dangdut dengan rock atau blues rock, hingga menghasilkan musik “rockdut”.

Lagu-lagu Rhoma Irama hingga saat ini masih kerap diputar, sebut saja lagu Begadang, Darah Muda, Judi, Mirasantika, hingga Ani. Keunikan dari musik dangdut yang dimainkan oleh Rhoma Irama adalah gabungan antara melodi gitar dengan suara gendang yang enerjik.

2. Rita Sugiarto

Rita Sugiarto merupakan seorang penyanyi dangdut legendaris di Indonesia. Namanya mulai melejit ketika berduet dan turut menjadi pengisi suara dalam film-film milik Rhoma Irama, sebut saja Darah Muda, Berkelana, dan Gitar Tua. Suara yang dimilikinya sangat unik, bahkan hal tersebut juga diungkapkan oleh Rhoma Irama pada sebuah wawancara di awal tahun 1980-an. Lagu-lagu milik Rita Sugiarto hingga saat ini masih kerap dinyanyikan di panggung-panggung dangdut.

Meskipun usianya sudah menginjak kepala enam, tetapi Rita Sugiarto masih aktif dalam karirnya sebagai penyanyi. Dirinya juga sering menjadi juri pada sebuah ajang pencarian bakat penyanyi dangdut di stasiun televisi.

Lagu-lagunya yang hingga saat ini masih terkenal adalah Tersisih, Ikhlas, Terlalu Rindu, Tulang Rusuk, dan masih banyak lagi.

3. Elvy Sukaesih

Jika sebelumnya, Rhoma Irama dijuluki sebagai Raja Dangdut, maka Ratu Dangdut adalah Elvy Sukaesih. Yap, penyanyi dangdut legendaris ini sebelumnya adalah penyanyi pendamping Rhoma Irama pada OM (Orkes Melayu) Soneta, hingga akhirnya dirinya memilih berpisah dan bersolo karier.

Tidak hanya fokus menjadi penyanyi dangdut saja, Elvy Sukaesih juga aktif dalam film layar lebar, sinetron, hingga bintang iklan. Lagu-lagu milik Elvy Sukaesih yang paling terkenal adalah Sekuntum Mawar Merah, Gula Gula, dan Cincin Kepalsuan.

4. Meggy Z

Meggy Z atau Meggy Zakaria adalah penyanyi dangdut legendaris lainnya yang juga aktif menjadi pemeran dalam sinetron dan film layar lebar. Sebagai penyanyi dangdut senior, Beliau telah mendapatkan banyak penghargaan akan karya musiknya, salah satunya adalah penghargaan Penyanyi Rekaman Dangdut Terbaik pada tahun 1997 untuk lagu Benang Biru. 

Lagu-lagu milik Meggy Z yang paling terkenal adalah Hutang Cinta, Permisi, dan Sakit Gigi. Pada tahun 2009, Meggi Z berpulang ke Rahmatullah dan dimakamkan di TPU Cilangkap.

5. Inul Daratista
Inul Daratista adalah penyanyi dangdut sekaligus aktris yang terkenal akan gaya Goyang Ngebor miliknya ketika menampilkan lagu dangdut. Awalnya, penyanyi ini memulai karir panggungnya lewat acara-acara rakyat di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Diam-diam, ternyata ada yang mengabadikan aksi panggungnya dalam sebuah bentuk rekaman video yang kemudian diperbanyak dan diedarkan di masyarakat.

Hal tersebut menyebabkan nama Inul Daratista kian terkenal dan menjadi semakin terkena ketika dirinya mendapat julukan “Ratu Goyang Ngebor”. Inul Daratista pun akhirnya menjadi “rebutan” sejumlah televisi untuk menampilkan goyangannya.

Meskipun ramai di kalangan masyarakat, tetapi gaya goyangan tersebut tidak disukai oleh Raja Dangdut, yakni Rhoma Irama. Goyangan milik Inul dinilai mengundang dampak negatif dan berbau pornografi hingga merendahkan eksistensi musik dangdut yang ada di Indonesia. Bahkan pada tahun 2006, Rhoma Irama bersama anggota DPR mengeluarkan pernyataan menentang aksi panggung Inul yang dianggap pornografi tersebut.

Lagu-lagu milik Inul Daratista yang paling populer hingga saat ini ada banyak, sebut saja Jangan Ada Mantan di Antara Kita, Tiada Guna, Buaya Buntung, dan Cinta Modal Pulsa.





Penulis:Faisal Mahendra Adikara 


Asal Usul Kendang

 Asal-usul Kendang dan Mengenal Jenis-Jenisnya


Asal-usul kendang 

 Kendang atau gendang adalah salah satu alat musik tradisional Indonesia yang memiliki kepala dua. Pernahkah kamu memainkan kendang? Atau hanya melihat seseorang memainkan gendang dalam suatu pertunjukan?

Untuk dapat memainkan kendang, pemain alat musik ini dapat melakukannya bersamaan dengan pemain lainnya dari serangkaian alat musik gamelan agar dapat menciptakan suatu orkestra perkusi tradisional khas dari Indonesia. Musik yang dihasilkan oleh gamelan sendiri, memiliki ciri khas yang sering kali berubah kecepatannya dari satu bagian ke bagian lainnya untuk dapat memberikan tempo, sinyal gaya, titik awal hingga titik akhir pada pendengar dari instrumen tersebut.

Sebagai alat musik tradisional, kendang sebagai salah satu bagian dari gamelan harus dilestarikan sehingga Indonesia tidak kehilangan ragam budaya dan alat musik tradisional.

Salah satu cara untuk melestarikan kendang serta rangkaian alat musik gamelan adalah dengan mempelajari dan mengetahui tentang asal-usul kendang serta jenis-jenisnya. Sudah tahu asal-usul kendang atau gendang ini? Mari simak penjelasan tentang kendang lebih lanjut dalam artikel ini!

Soal asal usul kendang memang sering menjadi perbincangan, mengingat setiap daerah memiliki varian kendang sendiri sebagai alat musik tradisional. Kendang pertama kali dikenal pada abad ke-9 Masehi dan berasal dari Pulau Jawa. Nama kendang cukup bervariasi, tergantung pada ukuran, bentuk, dan bahan yang digunakan. Kendang adalah alat musik membranofon yang terbuat dari kulit hewan dan dipercayai sudah ada sejak zaman logam prasejarah di Indonesia.

Sejak zaman dahulu, manusia suka memukul benda untuk mengekspresikan kebahagiaan, seperti setelah berburu, dan kendang muncul sebagai akibat dari kebiasaan tersebut. Kendang tertua ditemukan berasal dari masa neolitikum dan hanya berupa sebuah batang kayu berongga dengan ujung tertutup kulit ikan atau reptil yang dimainkan dengan ditepuk.

Pada peradaban berikutnya, drum kayu atau kendang yang terbuat dari kulit binatang mulai dikenal. Bahkan, ditemukan juga stik pukul untuk memainkannya. Kendang sudah dikenal sejak abad ke-9 Masehi di Jawa dan memiliki beragam nama seperti pataha, padahi, murawa, marsala, mrdangga, muraja, kahala, panawa, damaru, dan lainnya.

Berbagai nama ini menunjukkan perbedaan bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan untuk membuat kendang. Contohnya, Damaru adalah kendang berukuran kecil yang ditemukan dalam arca yang dilukiskan dalam genggaman dewa.

Beragam jenis kendang juga dapat dilihat dalam relief candi, seperti di Candi Borobudur yang menunjukkan kendang berbentuk silinder, tong asimetris, hingga kerucut. Hal serupa juga ditemukan di candi lain seperti Candi Siwa di Prambanan, Candi Panataran, dan Candi Tegawangi. Dalam sejarah, ada kemiripan antara catatan sejarah dari Kuno Jawa dan India. Hal ini ditemukan oleh Jaap Kunst, seorang ahli musik dari Belanda, yang menunjukkan adanya hubungan budaya dalam bidang seni antara kedua negara tersebut.

Namun, tidak dapat disimpulkan bahwa kendang Jawa berasal dari pengaruh India. Kendang, sebagai alat musik jenis membranofon, dipercayai telah ada sebelum terjadinya kontak dengan India, seperti dikenalnya Moko dan Nekara sebagai genderang sejak zaman perunggu.

Terdapat beberapa jenis alat musik lain yang terkait dengan selaput kulit, seperti trebang dan bedug. Dalam sebuah kitab yang lebih baru, Kidung Malat, istilah bedug terdapat. Instrumen ini juga dikenal dengan istilah tipakan dalam Kakawin Hariwangsa, Ghatotkacasraya, dan Kidung Harsawijaya.

Kendang dikenal pula dengan nama tabang-tabang yang tercantum dalam kitab Ghatotkacasraya dan Sumanasantaka. Diyakini bahwa istilah ini berkembang menjadi tribang pada waktu yang akan datang.

Menilik dari ukuran kendang dalam sejarah, alat musik ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Contohnya adalah seperti kendang dengan ukuran kecil dan disebut pula sebagai ketipung, ada pula jenis kendang yang berukuran sedang serta dikenal dengan nama ciblon atau kebar. Tak ketinggalan, kendang berukuran besar yang merupakan pasangan ketipung disebut sebagai kendang gedhe atau kendang kalih. Tak hanya itu, ada juga kendang yang khusus digunakan untuk pewayangan, yaitu kendang kosek.

Bentuk Kendang Pada Relief Candi

Sejarah mengenai kendang tersebut, tidak didasarkan hanya pada asumsi belaka saja akan tetapi dari penemuan-penemuan soal alat musik kendang seperti beberapa bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kendang hadir dalam situs sejarah di Indonesia. Bentuk dan keberagaman kendang dapat dilihat pada relief candi berikut ini.

Candi Borobudur (Awal Abad ke-9 Masehi)

Terdapat berbagai bentuk kendang seperti silinder panjang, tong asimetris, hingga kerucut.

Candi Siwa, Prambanan (ada pada pertengahan Abad ke-9 Masehi)

Jenis kendang ini dibawa oleh warga pada masa lalu dan diletakkan di bawah perut dengan sejenis tali pengait.

Candi Tegowangi (Periode Jawa Timur) ada pada sekitar abad ke- 14

Ada relief yang menunjukkan seseorang yang membawa kendang silinder dengan tali yang kemudian dikalungkan di kedua bahunya.

Candi Panataran (Jawa Timur era), sekitar abad ke-14

Gambar relief kendang menunjukkan selaput pada salah satu sisi saja dan dimainkan dengan menggunakan pemukul berujung bulat. Jaap Kunst menyebutnya sebagai “kendang dogdog”.

Banyaknya nama yang berbeda-beda dalam penamaan kendang tidak menunjukkan bahwa tidak ada kesamaan dalam penamaan. Kesamaan ini terlihat pada sumber tertulis Jawa Kuno dan India, yang menunjukkan adanya keterlibatan budaya Hindu dalam asal-usul kendang dengan budaya India.

Indonesia memang dikenal dengan alat musik tradisionalnya yang sangat banyak. Maka dari itu, ada baiknya bagi para orang tua untuk memperkenalkan alat musik tradisional kepada si buah hati. Ada banyak cara untuk memperkenalkan hal itu, salah satunya lewat buku Ensiklopedia Negeriku: Alat Musik Tradisional. 


Jenis-Jenis Kendang

Setelah mengetahui asal-usul kendang serta beberapa bukti kendang dalam situs sejarah di Indonesia, Grameds juga perlu mengetahui jenis-jenis kendang. Berikut penjelasannya:


Jenis Kendang Berdasarkan Bahan

Terdapat dua jenis kendang yang dapat dikenali dari bahan pembuatannya, yaitu kendang dari kayu dan kendang dari tembaga. Kendang dari kayu lebih banyak diproduksi dan digunakan oleh masyarakat dibandingkan dengan kendang dari tembaga.

Ini dikarenakan bahan dasar kayu mudah didapatkan dan diproses, sehingga para pengrajin lebih memilih untuk membuat kendang dari bahan tersebut. Ketersediaan bahan ini juga didukung oleh luasnya hutan, perkebunan, dan lahan pertanian di wilayah Indonesia khususnya Jawa Barat.

Kayu dianggap sebagai bahan paling baik untuk membuat kendang karena memiliki kualitas suara yang baik dan awet. Kayu nangka dianggap sebagai bahan terbaik karena seratnya yang halus sehingga kendang tidak mudah pecah saat terkena panas matahari atau saat digunakan dalam gamelan.

Jenis kendang yang lain yang terbuat dari bahan tembaga. Pengrajin di Sunda belum banyak membuat atau menggunakan kendang bahan dasar tembaga. Kehadiran kendang ini merupakan hasil dari kreativitas para seniman yang membutuhkan perkembangan dan warna bunyi baru.

Kendang ini hanya digunakan oleh beberapa seniman seperti dalam grup musik Pataruman Bandung yang dipimpin oleh Ubun Kubarsah. Kendang ini disebut dengan nama “kendang taga” dan memiliki bentuk mirip dengan kendang kulanter. Meskipun dari bahan tembaga, bagian yang digunakan untuk memukul (wangkis) masih menggunakan kulit hewan kerbau atau sapi.

Jenis Kendang Berdasarkan Ukurannya

Jenis kendang juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ukurannya menjadi besar dan kecil. Kendang besar disebut sebagai kendang indung, sementara kendang kecil disebut kendang anak atau kulantér.

Kedua jenis kendang ini digunakan dalam berbagai jenis kesenian, seperti Jaipongan, Wayang Golék, Pencak Silat, dan lain-lain. Kendang indung memiliki dua bagian yaitu bagian bawah (disebut pula dengan beungeut gedug) dan bagian atas (disebut sebagai beungeut kumpyang).

Kendang kulantér terbagi menjadi dua, yaitu kendang kutiplak yang berada di samping beungeut kumpyang kendang indung dan kendang katipung yang berada di samping beungeut gedug kendang indung.

Jenis Kendang Berdasarkan Fungsi

Pembagian kendang berdasarkan fungsinya merupakan pembagian jenis kendang sesuai dengan tujuannya dalam karawitan Sunda. Kendang digunakan untuk berbagai jenis kesenian, seperti Jaipongan, Sisingaan, Ketuk Tilu, Pencak Silat, dan lain-lain, dan masing-masing jenis disebut sesuai dengan penggunaannya.


Berdasarkan ukuran, kendang dibagi menjadi beberapa jenis, seperti Kendang Ketipung yang kecil, Kendang Ciblon atau Kebar yang sedang, dan Kendang Gedhe atau Kendang Kalih yang besar. Ada pula jenis kendang khusus untuk pewayangan yaitu Kendang Kosek. Ada juga beberapa versi lain dari alat musik kendang di Indonesia.


Alat musik memiliki fungsi yang dapat digolongkan menjadi 3 fungsi utama, diantaranya adalah fungsi melodi, fungsi ritmis, dan fungsi harmonis. Penggolongan dari fungsi alat musik tersebut dilihat dari unsur yang menyusunnya.


Komik Pendidikan “Why? Musical Instrument & Sound – Alat Musik & Suara” adalah komik pendidikan yang akan memperluas wawasan anak-anak dengan cerita yang seru dan ilustrasi yang menarik untuk dibaca. Pada seri ini membahas tentang Alat Musik & Suara.


Jenis Kendang Berdasarkan Asalnya

Ada beberapa jenis kendang yang dapat diklasifikasikan berdasarkan asal-usul atau tempatnya, berikut penjelasannya:


Kendang Sunda



Kendang Sunda atau Gendang Sunda adalah alat musik yang umum ditemukan dalam kesenian Jawa Barat dan juga dikenal dengan nama Kendang atau Gendang Sunda. Kendang yang berkualitas terbaik biasanya dibuat dari kayu nangka atau menggunakan kayu asem karena memiliki kepadatan yang sama.


Menurut ukurannya, kendang Sunda dibagi menjadi dua jenis, yaitu Kendang Indung yang memiliki ukuran terbesar dan Kendang Anak atau Kendang Kulanter yang memiliki ukuran terkecil.


Kendang Sunda juga terbagi menjadi dua berdasarkan fungsinya, yaitu kendang jaipongan dan kendang kliningan. Kendang jaipongan digunakan untuk mengiringi tarian Jaipongan, sedangkan kendang kliningan dipakai dalam pertunjukan Kliningan.


Kendang ketuk tilu juga ada yang digunakan dalam tarian Ketuk Tilu. Selain itu, ada jenis kendang Sunda yang dimainkan dalam kesenian Rampak Kendang dan Degung, dimana para pemain bermain bersama dengan alat musik kendang.


Kendang Jawa Timur





Di Jawa Timur ada pula jenis kendang yang dikenal seperti kendang Sentul yang berasal dari Desa Sentul di Blitar. Kendang ini terbuat dari kayu mahoni dan tutupnya terbuat dari kulit hewan sapi. Di Banyuwangi, terdapat kendang khas Jawa Timur yang dibuat dari glugu atau kayu kelapa tua dan kayu nangka. Kendang ini digunakan dalam kesenian Gandrung dan juga disebut sebagai kendang gandrung.


Ada jenis kendang yang digunakan dalam kesenian Janger, seperti Ketoprak di Jawa Tengah, dan disebut gendang Janger. Ada juga kendang yang dimainkan dalam pertunjukkan Reog Kendang khas Tulungagung, dengan ukuran besar dan kecil yang biasa disebut ketipung.


Dalam kesenian Jawa Timur, kendang lebih sering dipakai untuk mengiringi tarian, berbeda dengan Jawa Tengah dan Jawa Barat yang lebih sering menggunakannya dalam ansambel Dengung atau Gamelan.

Kendang Jawa Tengah



Di Jawa Tengah, kendang memiliki peran yang sangat penting dalam kesenian Karawitan Jawa. Dalam permainan Gamelan, kendang memiliki peran sebagai pemimpin irama dan memastikan bahwa irama gendhing berjalan dengan cepat atau lambat yang sesuai, serta membuka atau mengakhiri permainan.

Di beberapa kota besar seperti Yogyakarta, Surakarta, atau Sola, terdapat berbagai jenis kendang yang digunakan dalam kesenian Jawa Tengah. Contohnya adalah kendang ageng dengan ukuran besar, kendang wayangan yang biasa dipakai dalam pertunjukan wayang kulit, kendang ciblon yang memproduksi nada yang tinggi, hingga kendang ketipung.


Kendang Riau




Ada juga kendang dari Kepulauan Riau yang merupakan alat musik tradisional.
Umumnya digunakan untuk mengiringi lagu daerah atau acara pesta pernikahan bersama dengan alat musik lain.


Bentuknya mirip dengan kendang pada umumnya, hanya saja ukurannya berbeda-beda pada setiap sisi. Terbuat dari kayu merbau, kendang ini memiliki sisi induk dan sisi anak. Sisi induk memiliki diameter yang lebih besar dan dibuat dari kulit kerbau, sedangkan sisi anak dibuat dari kulit kambing.


Riau juga memiliki jenis kendang lain yang bernama gedombak. Jenis kendang gedombak ini memiliki bentuk yang mirip seperti kendang lainnya dan terbuat dari kayu, rotan serta kulit hewan. Pada umumnya, kendang gedombak di Riau digunakan untuk mengiringi penampilan dari teater Mak Yong yang tengah populer di Riau pada saat itu.


Selain itu, ada pula jenis kendang yang digunakan untuk mengatur irama ketika sedang mengiringi sebuah lagu. Kendang tersebut disebut dengan nama kendang silat.


Kalau bicara tentang musik, maka akan terhubung dengan ilmu psikologi dan hal ini sering juga disebut dengan psikologi musik. Nah, bagi kalian yang ingin tahu lebih jauh seputar psikologi musik, maka bisa membaca buku Psikologi Musik karya Djohan.


Kendang Lombok



Kendang beleq adalah alat musik tradisional dari Lombok, NTB. Nama “beleq” diambil dari bahasa Sasak dan berarti besar, yang menggambarkan ukuran besar dari gendang ini.


Kendang beleq dimainkan bersama dengan alat musik lain sebagai instrumen utama dalam sebuah kumpulan musik. Di masa lalu, kendang beleq digunakan untuk memotivasi prajurit sebelum perang, tetapi seiring berjalannya waktu, alat musik ini digunakan dalam acara adat, kesenian, perlombaan budaya, dan hiburan.


Kendang Kalimantan



Kendang beriak merupakan alat musik tradisional milik suku Dayak dari Kalimantan. Alat musik ini digunakan dalam acara pertunjukan yang bernama sama dan dimainkan oleh dua orang laki-laki yang mengenakan pakaian adat Dayak. Kendang beriak biasanya dimainkan pada saat acara penyambutan tamu penting atau saat hari panen raya.


Kendang beriak memiliki bentuk yang berbeda dari kendang pada umumnya, bagian tengah gendang ini sempit dan melebar pada bagian ujung. Bentuk ini dipercaya dapat menghasilkan suara yang lebih keras. Alat musik ini biasanya dibuat dari kulit babi atau kerbau dan dilengkapi dengan tali penyangga yang terbuat dari rotan.


Kendang Gorontalo



Marwas adalah sebuah kendang yang dimainkan dengan memukul bagian tertentu sebagai bagian dari pertunjukan marawis bersama dengan rebana dan gambus. Alat musik ini berasal dari Gorontalo dan mulai dikenal masyarakat setelah agama Islam masuk dan menyebar di Sulawesi.


Kendang Nobat



Kendang nobat merupakan alat musik yang berasal dari Melayu. Penamaan kendang ini berasal dari bahasa Persia dari kata nau yang artinya adalah sembilan serta bat yang artinya adalah musik.


Kendang nobat pada umumnya dianggap memiliki nilai sakral serta tidak boleh dimainkan dengan lagu yang sembarang. Tak hanya itu, para pemain dari kendang nobat juga harus berasal dari keluarga khusus yang telah ditunjuk oleh pihak kerajaan atau dari keluarga kerajaan.


Demikianlah penjelasan mengenai asal-usul kendang, sejarah serta beberapa jenis kendang berdasarkan beberapa faktor. Semoga semua pembahasan di atas bermanfaat untuk kalian. Pelajari lebih lanjut mengenai alat musik tradisional untuk ikut melestarikan kebudayaan Indonesia.


Penulis:Faisal Mahendra Adikara